Kapolda Papua, Inspektur Jenderal Polisi, Drs. M. Tito Karnavia
M.A. P.hD., menyampaikan, kelompok terbesar di Papua untuk berjuang merdeka
hanya terdiri dari empat kelompok.
Dikatakan, ke empat kelompok besar ini diantaranya, Pertama kelompok Goliat Tabuni yang memiliki jaringan Kabupaten Puncak yaitu Leka Telenggen, Militer Murib. Jaringan lainnya di Timika yaitu, Teni Kwalik, Ayun Yonker Mile 71 dan yang terbesar di Kali Kopi di bawah pimpinan Teni Kwalik yang selama ini terus melakukan penembakan.
Dikatakan, ke empat kelompok besar ini diantaranya, Pertama kelompok Goliat Tabuni yang memiliki jaringan Kabupaten Puncak yaitu Leka Telenggen, Militer Murib. Jaringan lainnya di Timika yaitu, Teni Kwalik, Ayun Yonker Mile 71 dan yang terbesar di Kali Kopi di bawah pimpinan Teni Kwalik yang selama ini terus melakukan penembakan.
Kemudian lanjut Kapolda, kaki lainnya dari Goliat Tabuni adalah Paniai, yaitu Jon Yogi dan Yon yang kini mereka sudah meninggal karena penyakit HIV/AIDS sehingga sekarang perjuangan di Paniai Lemah.
Kelompok kedua, adalah kelompok Purom Okimo Wenda di Kabupaten Puncak Jaya yang melakukan penembakan mobil ambulance dan jaringannya ada di Lanny Jaya, Tolikara. “Lanny Jaya dipimpim Eni Wanimbo yang menyerang polsek Pirime,” jelasnya.
Kemudian, kelompok ketiga adalah Hans Ricard Weni yang ada di Depapre yang mengklaim dirinya sebagai ketua WPNSL yang mendaftar ke MSG kemarin lalu dengan memiliki pasukan di antaranya, Tianus Satu, David Darko di Demta, Kosmos Makory yang ada di Mamberamo Raya, Rudi Makatory, Waropen Decky Imbiri. Kemudian, kelompok adalah Lamber Pekikir yang ada di Kabupaten Keerom.
Khusus untuk Goliat Tabuni yang sudah menjadi Daftar Pencarian Orang (DPO), Kapolda mengemukakan, bahwa Goliat Tabuni yang berada di Tigi Neri, Kabupaten Puncak Jaya tidak serta merta untuk melakukan penangkapan atau operasi karena di daerah itu ada beberapa anggota masyarakat termasuk perempuan, dan anak-anak.
“Sebetulnya kita bisa kesana tapi untuk melakukan operasi harus memerlukan legitimasi (Dukungan) terutama para stakeholder seperti birokrat Gubernur, Bupati dan lain-lain,” kata Wakapolda Papua kepada wartawan usai gelar pasukan dalam rangka pengamanan pemilu 2014 yang berlangsung di lapangan SPN Jayapura, Selasa (4/2) pekan kemarin.
Dikatakan, legitimiasi para stakeholder ini apakah mereka sepakat atau tidak, sebab jikalau melakukan operasi pasti ada resiko yaitu, korban akan sangat tinggi karena senjata ketemu senjata. “Mereka besenjata kita juga bersenjata dan di tengah-tengah itu masih ada beberapa anak-anak dan perempuan, ini yang kami tidak ingin ada korban. Goliat Tabuni pun maunya tidak korban tapi kalau sudah ada kesepakatan pasti ada resiko baru kita akan melakukan operasi,” katanya
Lanjut Kapolda, upaya untuk melakukan pendekatan para kelompok yang berjuang merdeka ini hanya perlu legitimasi dari tokoh-tokoh di Papua. “Kami sebagai aparat keamanan tetap mengedapkan persuasif terutama tokoh-tokoh, yang mana sekarang ini tokoh-tokoh pimpinan dari Provinsi Papua yang berasal dari daerah Pegunungan, Ketua DPRP, Wakil Ketua DPRP, Ketua MRP dan tokoh lainnya untuk meminta mereka menyelesaikan dan kalau mereka menyatakan bahwa kami menyerah dan silahkan laksanakan penegakan hukum itu tidak masalah,” ungkapnya.
Pernyataan Gubernur bahwa mereka itu bukan meminta merdeka tapi merupakan kelompok kriminal, Kapolda mengakui bahwa kelompok senior-senior di Kabupaten Puncak Jaya maupun di daerah lainnya berjuang untuk merdeka seperti Goliat Tabuni.
Namun di bawah pimpinan dari Goliat Tabuni khususnya, hanya semacam fenomena eforia yang mana mereka memiliki senjata menyerang polisi akan mendapatkan simbol atau status mereka meningkat, yang selanjutnya simbol ini digunakan untuk meminta uang kepada masyarakat.
Untuk itu, pihaknya mendorong kepada pimpinan yang berasal dari daerah Pegunungan seperti, mulai dari Gubernur, Ketua DPRP, Wakil Ketua DPRP, Ketua MRP. “Nah, pak ketua DPRP khususnya berencana akan naik ke atas termasuk kalangan tokoh-tokoh gereja untuk melakukan dialog dengan kelompok-kelompok itu, dengan prinsip dalam kerangka NKRI,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua DPR Papua, Deerd Tabuni, S.E., M.Si., menegaskan bahwa pihak aparat tidak perlu dilakukan penambahan pasukan di daerah pegunungan apalagi di momen pemilihan. “Kalau dilakukan operasi silahkan saja, tapi saya minta pemilu agar menjaga suasana dan tidak memancing masyarakat, dengan cara tidak melakukan penambahan pasukan,” pungkasnya kepada wartawan di ruang kerjanya.
Pihaknya bersama Ketua MRP akan turun ke Puncak Jaya untuk melakukan pertemuan dengan orang berseberangan ini. “Komunikasi yang kami lakukan pertama adalah, Toga, Toda, Tokoh Pemuda, selanjutnya bagaimana bisa melakukan dialog dengan masyarakat yang berbeda pendapat tersebut,” katanya.
Dalam dialog yang dilakukan nanti, untuk membahas persoalan yang terjadi dengan cara memberikan pemahaman. “Pendekatan persuasif yang dilakukan oleh TNI dan polri sudah dilakukan dan sekarang kita dari pejabat daerah perlu juga komunikasi kepada mereka melalui gereja dan tokoh lainnya,” ujarnya.
Hanya saja, lanjut dia, perwakilan ke Puncak Jaya tidak secara langsung untuk melakukan dialog atau pertemuan dengan orang yang berbeda pendapat itu karena mereka memiliki senjata. “Hal itu kita harus melakukan cara untuk bisa ketemu dengan mereka sehingga daerah tersebut selalu aman dan kondusif,” ujarnya.
Namun jikalau mekanisme atau berbagai macam cara yang dilakukan untuk bertemu dengan kelompok yang berbeda pendapat ini, tentu harus ada mekanisme yang jelas jika polisi melakukan tindakan. “Negara ini punya Negara hukum dan tidak boleh sembarang melakukan penangkapan”
“Saya minta secara tegas tidak boleh dilakukan penangkapan dengan tidak terhormat karena Papua berbeda dengan daerah Jawa. Tangkap harus proses hukum sehingga Negara ini benar-benar ada hukum yang adil,” pungkasnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar