Senin, 10 Februari 2014

Tentara PNG Bakar Speed Boat Nelayan Merauke

Kejam dan Tidak Berprikemanusiaan.  Berang kali itulah kata yang pantas dialamatkan kepada sejumlah Tentata Negara tetangga Papua New Guinea (PNG) ini. Betapa tidak,  dengan kejamnya membakar Speed Boat milik nelayan asal Indonesia (warga Merauke) di tengah laut lalu penumpangnya ditinggalkan begitu saja. Beruntung ada 5 dari 10 nelayan asal Merauke ini  berhasil menyelamatkan diri setelah berjuang dengan melawan maut berenang sekitar 5 kilo meter. Sementara 5 orang lainnya belum diketahui nasibnya. Diduga mereka sudah tenggelam lantaran mereka tidak tahu berenang, apalagi  dengan jarak yang cukup jauh dengan cuaca di laut yang berombak. Tak hanya itu,  tentara PNG yang diperkirakan 10-12 orang ini juga dikabarkan menjarah barang-barang dan uang milik para korban (nelayan Indonesia) tersebut. 

Peristiwa ini terjadi Kamis (6/2/2014) sekitar pukul 17.00 WITdi Laut Karu, PNG.Ke-10 warga itu merupakan nelayan pembeli hasil laut berupa teripang dan gelembung ikan di negara tetangga, PNG. mereka adalah Antonius Kanis Basik Basik (26) warga Lampu Satu, Alexander Tjoa (38) warga Seringgu, Ferdi Tjoa (24) warga Seringgu, Roby Rahel (39) warga Bambu Pemali, Jhon Kaize (41) warga Lampu Satu, Vikar (17) warga Seringgu, Marselinus Maya Gebze (17) warga Nasem, Andreas Mahuze (26) Warga Nasem, Yakobus Ngge Mahuze (25) warga Nasem dan Silvester Ku Basik Basik (27) warga Nasem Merauke.
 
Salah seorang korban, Antonius Kanis Basik Basik (26) warga Lampu Satu mengatakan mereka berangkat dari Pantai Lampu Satu Merauke pada Kamis (6/2) sekitar pukul 10.00 WIT, menggunakan satu speed boat bermesin ganda 40 PK dengan tujuan ke Kadawa Papua Neuw Guinea (PNG).

“Kami ke sana tujuannya mau beli teripang dan gelembung ikan di Kadawa, PNG. Kami punya bos Koko Alex,” terang Antonius Basik-Basik kepada Bintang Papua, Sabtu (8/2) malam. 

Dilanjutkan, speed boat tiba di Pos TNI AL Torasi sekitar pukul 13.00 WIT. Personil Posal Torasi lakukan pengecekan dokumen serta barang bawaan dan selanjutnya diijinkan untuk melintas.

Sekitar pukul 16.00 WIT, ketika speed boat warga Merauke melintas di perairan laut Karu PNG, mereka melihat tiga speed boad dari arah yang berlawanan. Dan setelah mendekat diketahui speed boat dari lawan tersebut adalah tentara PNG.
“Kami lihat 3 speed boat dari depan, kami balik arah mau kembali ke Torasi, karena takut. Tapi salah satu mesin kami mati, jadi speed boad tentara PNG dapat kami. Mereka bawa kami ke rip, mereka periksa kami dan disuruh turun dan berlutut,” kisahnya.

Ke-10 warga Merauke itu digiring ke ‘rip’ atau karang/daratan di tengah laut. Ke-10 warga itu diperintahkan untuk berlutut di atas rip, sambil tentara PNG menodongkan senjata. 

Usai diperiksa, menurut Antonius, tentara PNG yang menggunakan 3 unit speed boad melakukan tindakan perampasan uang Kina (PNG) 160.000 atau sekitar Rp720 ribu, rokok 1 karton (bal) dan BBM 2 jerigen milik mereka. 

“Abis mereka ambil, saya coba minta kembali jerigen, tapi mereka maki. Kemudian mereka baku bicara, kemudian 1 tentara turun, langsung dia buka-buka dua jerigen, dia tuang dalam speed itu, langsung dia bakar dalam speed itu. Ada empat mesin, dua mesin tinggal dalam speed, semuanya 40 PK,” akunya.

Usai melaksanakan aksi pembakaran tersebut, ketiga speed boad tentara PNG pergi meninggalkan korban menuju arah muara sungai Torasi tanpa memperdulikan keselamatan warga Merauke.

“Kami usaha siram, tapi tidak bisa. Akhirnya kami hanya berdiri di atas rip. Roby sudah berenang duluan menuju darat dan kemudian kami juga ikut berenang, tapi sudah tidak lihat Roby lagi,” tuturnya.

Sepeninggal tentara PNG, seluruh penumpang speed boad berusaha berenang ke pantai namun hanya 5 orang, yakni Antonius Basik Basik, Yakobus Mahuze, Andreas Mahuze, Silvester Basik Basik dan Maya Gebze yang berhasil tiba di pantai Karu PNG sekitar pukul 20.00 WIT.

“Arus juga sudah kencang, dari rip ke bibir pantai sekitar 5 KM, setelah rip Karu tidak ada rip lagi, jadi kami usaha berenang saja. Koko Alex, Ferdi, Verdy dan Kaka John tidak tahu berenang, jadi kasih spiker (bodi salon) ke mereka, lalu saya, Yakobus dan Silvester dorong mereka dari belakang,” ceritanya.

Sambung Antonius Basik Basik, karena kelelahan, mereka tidak dapat lagi membantu teman-temannya yang tidak bisa berenang itu. Dia terpaksa meninggalkan rombongan yang lagi berenang itu, kemudian disusul oleh Yakobus dan Silvester.
Usai melapor di Posal Torasi pada pukul 10 malam, pada Jumat, (7/2), sekitar pukul 08.00 WIT, Antonius Basik Basik dan Yakobus Mahuze berangkat menuju Lampu Satu Merauke dari Posal Torasi dengan menumpang speedboat milik warga lain. Mereka mengambil speedboat cadangan dan kembali ke Torasi bersama keluarganya guna menjemput 3 orang temannya yang masih di Posal Torasi, sekaligus melaksanakan pencarian terhadap lima orang yang belum ditemukan.
“Waktu itu, kami tidak baku lihat lagi, sudah gelap, kami juga tidak tahu berapa orang yang selamat sampai darat. Kami juga tidak tahu siapa yang duluan sampai darat. Kami terpisah semua, nanti sudah di darat baru kami baku panggil. Kami baru tahu kami hanya 5 orang. Itu sekitar jam 8 malam, sampai di Pos Torasi jam 10 dan melapor,” terangnya.

Sementara korban lainnya, Yakobus Ngge Mahuze menuturkan, tentara PNG yang menggunakan 3 speed boat itu kurang lebih 12 orang, 10 pria dan 2 wanita. 10 Pria membawa senjata, sedangkan dua wanita tidak membawa senjata.

“Kalau yang dorang ambil, rokok 1 karton rokok surya, terus uang Kina 160.000 dan minyak dua gen. Mereka kasih pindah ke speed mereka. Mereka bawa senjata, 10 orang itu pakai senjata semua. Dari laut kalau kami berenang sampai darat sekitar 3 jam, jam 8 malam sampai pantai,” kisahnya.

Menurut dia, mereka sudah biasa masuk ke daerah itu dan tidak bertemu patroli tentara PNG, tetapi Kamis sore kemarin, mereka cukup sial sehingga ketemu dengan patroli tentara PNG.

“Kami tidak terkandas, mesin satunya mati. Kami bawa muatan juga lumayan berat jadi, kami bawa BBM 3 drum, dan jerigen 30 liter itu ada 20 jerigen semua, barang yang lain campuran beras, tepung, itu kami punya persediaan untuk disana, biasanya kami disana seminggu,” tandasnya.

Hingga berita ini diturunkan, korban Alexander Tjoa, Ferdi Tjoa, Roby Rahel, Jhon Kaize dan Vikar belum diketahui keberadaannya. Dan informasi yang dihimpun wartawan, anggota Posal Torasi yang melaksanakan pengawasan di Tower, sekitar 8 kilometer sudah melihat 3 speed boad PNG menuju ke arah muara sungai Torasi dan juga melihat kepulan asap hitam yang diduga terbakarnya speed boat milik masyarakat Merauke.

Saat dikonfirmasi ke Kabid Humas Polda Papua, Kones (Pol) Sulistyo Pudjo Hartono, S.IK., melalui telepon selulernya membenarkan hilangnya lima orang nelayan Merauke di Perairan Perbatasan RI-PNG tersebut. 

“Betul, ada informasi dari masyarakat yang saya  terima bahwa nelayan asal Kabupaten Merauke ditangkap oleh tentara di Perbatasan Merauke, kemudian kapalnya dibakar dan orangnya disuruh berenang dan dari 10 nelayan, 5 orang hilang kemungkinan mereka tenggelam,”  ungkapnya. Minggu (9/2) kemarin. 

Pudjo menegaskan, pihak kepolisian akan terus melakukan pendalaman apakah nelayan tersebut telah memasuki wilayah PNG atau tidak, termasuk informasi kebenaran apakah perahu mereka dibakar tentara PNG dan kemudian dipaksa berenang.


Terkait peristiwa ini, Pudjo juga menyatakan akan menyampaikan ke Kedutaan Indonesia di Port Moresby untuk meminta pertanggung jawaban atas peristiwa tersebut. Disamping itu, pihak kepolisian bersama dengan TNI dan Kedutaan Indonesia juga akan menurunkan tim pencari fakta terkait peristiwa tersebut. 
“Kami sudah punya skema yang sudah disepakati dalam joint border meeting antara PNG dan Indonesia. Dimana, salah satu pasal adalah mengenai pelintas batas dan pelanggarannya, namun apakah tindakan aparat keamanan di pihak masing masing telah sesuai prosedur atau tidak nanti akan kita sampaikan segera di border meeting,” ujarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri Populer