Kejam
dan Tidak Berprikemanusiaan. Berang kali itulah kata yang pantas
dialamatkan kepada sejumlah Tentata Negara tetangga Papua New Guinea (PNG) ini.
Betapa tidak, dengan kejamnya membakar Speed Boat milik nelayan asal
Indonesia (warga Merauke) di tengah laut lalu penumpangnya ditinggalkan begitu
saja. Beruntung ada 5 dari 10 nelayan asal Merauke ini berhasil
menyelamatkan diri setelah berjuang dengan melawan maut berenang sekitar 5 kilo
meter. Sementara 5 orang lainnya belum diketahui nasibnya. Diduga mereka sudah
tenggelam lantaran mereka tidak tahu berenang, apalagi dengan jarak yang
cukup jauh dengan cuaca di laut yang berombak. Tak hanya itu, tentara PNG
yang diperkirakan 10-12 orang ini juga dikabarkan menjarah barang-barang dan
uang milik para korban (nelayan Indonesia) tersebut.
Peristiwa ini terjadi Kamis (6/2/2014) sekitar pukul 17.00 WITdi Laut Karu,
PNG.Ke-10 warga itu merupakan nelayan pembeli hasil laut berupa teripang dan
gelembung ikan di negara tetangga, PNG. mereka adalah Antonius Kanis Basik
Basik (26) warga Lampu Satu, Alexander Tjoa (38) warga Seringgu, Ferdi Tjoa
(24) warga Seringgu, Roby Rahel (39) warga Bambu Pemali, Jhon Kaize (41) warga
Lampu Satu, Vikar (17) warga Seringgu, Marselinus Maya Gebze (17) warga Nasem,
Andreas Mahuze (26) Warga Nasem, Yakobus Ngge Mahuze (25) warga Nasem dan
Silvester Ku Basik Basik (27) warga Nasem Merauke.
Salah seorang korban, Antonius Kanis Basik Basik (26) warga Lampu Satu
mengatakan mereka berangkat dari Pantai Lampu Satu Merauke pada Kamis (6/2)
sekitar pukul 10.00 WIT, menggunakan satu speed boat bermesin ganda 40 PK
dengan tujuan ke Kadawa Papua Neuw Guinea (PNG).
“Kami ke sana tujuannya mau beli teripang dan gelembung ikan di Kadawa, PNG.
Kami punya bos Koko Alex,” terang Antonius Basik-Basik kepada Bintang Papua,
Sabtu (8/2) malam.
Dilanjutkan, speed boat tiba di Pos TNI AL Torasi sekitar pukul 13.00 WIT.
Personil Posal Torasi lakukan pengecekan dokumen serta barang bawaan dan
selanjutnya diijinkan untuk melintas.
Sekitar pukul 16.00 WIT, ketika speed boat warga Merauke melintas di perairan
laut Karu PNG, mereka melihat tiga speed boad dari arah yang berlawanan. Dan
setelah mendekat diketahui speed boat dari lawan tersebut adalah tentara PNG.
“Kami lihat 3 speed boat dari depan, kami balik arah mau kembali ke Torasi,
karena takut. Tapi salah satu mesin kami mati, jadi speed boad tentara PNG
dapat kami. Mereka bawa kami ke rip, mereka periksa kami dan disuruh turun dan
berlutut,” kisahnya.
Ke-10 warga Merauke itu digiring ke ‘rip’ atau karang/daratan di tengah laut.
Ke-10 warga itu diperintahkan untuk berlutut di atas rip, sambil tentara PNG
menodongkan senjata.
Usai diperiksa, menurut Antonius, tentara PNG yang menggunakan 3 unit speed
boad melakukan tindakan perampasan uang Kina (PNG) 160.000 atau sekitar Rp720
ribu, rokok 1 karton (bal) dan BBM 2 jerigen milik mereka.
“Abis mereka ambil, saya coba minta kembali jerigen, tapi mereka maki. Kemudian
mereka baku bicara, kemudian 1 tentara turun, langsung dia buka-buka dua
jerigen, dia tuang dalam speed itu, langsung dia bakar dalam speed itu. Ada
empat mesin, dua mesin tinggal dalam speed, semuanya 40 PK,” akunya.
Usai melaksanakan aksi pembakaran tersebut, ketiga speed boad tentara PNG pergi
meninggalkan korban menuju arah muara sungai Torasi tanpa memperdulikan
keselamatan warga Merauke.
“Kami usaha siram, tapi tidak bisa. Akhirnya kami hanya berdiri di atas rip.
Roby sudah berenang duluan menuju darat dan kemudian kami juga ikut berenang,
tapi sudah tidak lihat Roby lagi,” tuturnya.
Sepeninggal tentara PNG, seluruh penumpang speed boad berusaha berenang ke
pantai namun hanya 5 orang, yakni Antonius Basik Basik, Yakobus Mahuze, Andreas
Mahuze, Silvester Basik Basik dan Maya Gebze yang berhasil tiba di pantai Karu
PNG sekitar pukul 20.00 WIT.
“Arus juga sudah kencang, dari rip ke bibir pantai sekitar 5 KM, setelah rip
Karu tidak ada rip lagi, jadi kami usaha berenang saja. Koko Alex, Ferdi, Verdy
dan Kaka John tidak tahu berenang, jadi kasih spiker (bodi salon) ke mereka,
lalu saya, Yakobus dan Silvester dorong mereka dari belakang,” ceritanya.
Sambung Antonius Basik Basik, karena kelelahan, mereka tidak dapat lagi
membantu teman-temannya yang tidak bisa berenang itu. Dia terpaksa meninggalkan
rombongan yang lagi berenang itu, kemudian disusul oleh Yakobus dan Silvester.
Usai melapor di Posal Torasi pada pukul 10 malam, pada Jumat, (7/2), sekitar
pukul 08.00 WIT, Antonius Basik Basik dan Yakobus Mahuze berangkat menuju Lampu
Satu Merauke dari Posal Torasi dengan menumpang speedboat milik warga lain.
Mereka mengambil speedboat cadangan dan kembali ke Torasi bersama keluarganya
guna menjemput 3 orang temannya yang masih di Posal Torasi, sekaligus melaksanakan
pencarian terhadap lima orang yang belum ditemukan.
“Waktu itu, kami tidak baku lihat lagi, sudah gelap, kami juga tidak tahu
berapa orang yang selamat sampai darat. Kami juga tidak tahu siapa yang duluan
sampai darat. Kami terpisah semua, nanti sudah di darat baru kami baku panggil.
Kami baru tahu kami hanya 5 orang. Itu sekitar jam 8 malam, sampai di Pos
Torasi jam 10 dan melapor,” terangnya.
Sementara korban lainnya, Yakobus Ngge Mahuze menuturkan, tentara PNG yang
menggunakan 3 speed boat itu kurang lebih 12 orang, 10 pria dan 2 wanita. 10
Pria membawa senjata, sedangkan dua wanita tidak membawa senjata.
“Kalau yang dorang ambil, rokok 1 karton rokok surya, terus uang Kina 160.000
dan minyak dua gen. Mereka kasih pindah ke speed mereka. Mereka bawa senjata,
10 orang itu pakai senjata semua. Dari laut kalau kami berenang sampai darat
sekitar 3 jam, jam 8 malam sampai pantai,” kisahnya.
Menurut dia, mereka sudah biasa masuk ke daerah itu dan tidak bertemu patroli
tentara PNG, tetapi Kamis sore kemarin, mereka cukup sial sehingga ketemu
dengan patroli tentara PNG.
“Kami tidak terkandas, mesin satunya mati. Kami bawa muatan juga lumayan berat
jadi, kami bawa BBM 3 drum, dan jerigen 30 liter itu ada 20 jerigen semua,
barang yang lain campuran beras, tepung, itu kami punya persediaan untuk
disana, biasanya kami disana seminggu,” tandasnya.
Hingga berita ini diturunkan, korban Alexander Tjoa, Ferdi Tjoa, Roby Rahel,
Jhon Kaize dan Vikar belum diketahui keberadaannya. Dan informasi yang dihimpun
wartawan, anggota Posal Torasi yang melaksanakan pengawasan di Tower, sekitar 8
kilometer sudah melihat 3 speed boad PNG menuju ke arah muara sungai Torasi dan
juga melihat kepulan asap hitam yang diduga terbakarnya speed boat milik
masyarakat Merauke.
Saat dikonfirmasi ke Kabid Humas Polda Papua, Kones (Pol) Sulistyo Pudjo
Hartono, S.IK., melalui telepon selulernya membenarkan hilangnya lima orang
nelayan Merauke di Perairan Perbatasan RI-PNG tersebut.
“Betul, ada informasi dari masyarakat yang saya terima bahwa nelayan asal
Kabupaten Merauke ditangkap oleh tentara di Perbatasan Merauke, kemudian
kapalnya dibakar dan orangnya disuruh berenang dan dari 10 nelayan, 5 orang
hilang kemungkinan mereka tenggelam,” ungkapnya. Minggu (9/2) kemarin.
Pudjo menegaskan, pihak kepolisian akan terus melakukan pendalaman apakah
nelayan tersebut telah memasuki wilayah PNG atau tidak, termasuk informasi
kebenaran apakah perahu mereka dibakar tentara PNG dan kemudian dipaksa
berenang.
Terkait peristiwa ini, Pudjo juga menyatakan akan menyampaikan ke Kedutaan
Indonesia di Port Moresby untuk meminta pertanggung jawaban atas peristiwa
tersebut. Disamping itu, pihak kepolisian bersama dengan TNI dan Kedutaan
Indonesia juga akan menurunkan tim pencari fakta terkait peristiwa tersebut.
“Kami sudah punya skema yang sudah disepakati dalam joint border meeting antara
PNG dan Indonesia. Dimana, salah satu pasal adalah mengenai pelintas batas dan
pelanggarannya, namun apakah tindakan aparat keamanan di pihak masing masing telah
sesuai prosedur atau tidak nanti akan kita sampaikan segera di border meeting,”
ujarnya.