Jumat, 20 Desember 2013

JAS MERAH PAPUA

Jas Merah (Jangan sekali-sekali melupakan sejarah), ungkapan Presiden RI yang pertama Ir. Soekarno kiranya masih sangat memiliki arti terutama mencermati perkembangan di Papua. Papua merupakan bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yang telah di jajah oleh Belanda untuk dijadikan sebagai Negara Boneka.

Belanda kemudian memberi nama negara boneka ini sebagai “West Papua atau Papua Barat, dengan lagu kebangsaan “Hai Tanahku Papua”, Bendera “Bintang Kejora”, lambang Negara “Burung Mambruk” dan nama bangsa “Papua” semua simbol-simbol tersebut adalah buatan Belanda. Dengan demikian perayaan simbol-simbol tersebut pada tanggal 1 Desember oleh sebagian kecil masyarakat Papua sama halnya merayakan simbol-simbol buatan Belanda.

Langkah Politik Belanda yang kotor tersebut membuat bangsa Indonesia mendesak Belanda untuk segera mengembalikan Papua kepada Republik Indonesia. Presiden Republik Indonesia saat itu, Ir Soekarno akhirnya mengumandangkan Trikora (Tiga Komando Rakyat) pada tanggal 19 Desember 1961 di Yogyakarta, yg isinya sbb : Gagalkan pembentukan negara papua buatan belanda kolonial. Kibarkan sang merah putih di Irian Barat tanah air Indonesia.

Bersiaplah untuk mobilisasi umum guna mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah air & bangsa. Trikora adalah langkah kongrit untuk mengembalikan tanah Papua kepangkuan NKRI. Melihat perkembangan Papua pada masa itu, masyarakat internasional menekan Pemerintah Belanda untuk menyelesaikan permasalahan tersebut sehingga akhirnya Pemerintah Belanda menandatangani perjanjian PBB yang dikenal dengan perjanjian New York Agreement pada tanggal 15 Agustus 1962 mengenai West Papua.

Untuk menutupi rasa malu, Belanda menyerahkan kembali Nieuw Guinea kepada Indonesia melalui Untea (United Nations Temporary Executive Authority), pada tanggal 1 Mei 1963 Pemerintah Indonesia mengambil alih kembali wilayah Papua dan mengganti namanya menjadi Irian Jaya, bendera Belanda diturunkan dan diganti bendera Merah Putih yang sampai saat ini tetap berkibar. Dalam Perjanjian New York Agreement, PBB memberikan kesempatan kepada masyarakat Irian Jaya (saat ini Papua), untuk melakukan jajak pendapat melalui Pepera (Penentuan Pendapat Rakyat), dari hasil tersebut masyarakat Irian Jaya menyatakan untuk bersatu dengan pemerintah Indonesia.

Sejarah masuknya Papua ke dalam NKRI sudah benar, hanya saja dibelokan sejumlah warga tertentu untuk memelihara konflik di Tanah Papua, hal tersebut diungkapkan Tokoh Pejuang Papua, Ramses Ohee. Lebih lanjut dijelaskannya, fakta sejarah menunjukkan keinginan rakyat Papua bergabung dengan Indonesia sudah muncul sejak pelaksanaan Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928. “Sayangnya, masih ada yang beranggapan bahwa Sumpah Pemuda tidak dihadiri pemuda Papua. Ini keliru, karena justru sebaliknya, para pemuda Papua hadir dan berikrar bersama pemuda dari daerah lainnya.

Ayah saya, Poreu Ohee adalah salah satu pemuda Papua yang hadir pada saat itu,” ujar Ramses. Menurut Pakar sejarah Papua DR. Bernarda Meteray, Dosen Universitas Papua, dalam diskusi “Membangun Papua dengan Karakter Pancasila” di Universitas Pancasila Jakarta, Senin (23/9/2013) mengatakan bahwa, pada 1 Desember 1961 itu bukan peristiwa kemerdekaan bangsa Papua, melainkan tindakan tegas para elite Papua di Dewan Nieuw Guinea untuk menunjukkan kepada publik bahwa Papua adalah bangsa yang dapat menentukan nasib sendiri.

Dan penentuan nasib sendiri itu, sudah dilakukan di bawah pengawasan PBB melalui Pepera tahun 1969 yang hasilnya menyatakan bahwa masyarakat Papua menginginkan untuk kembali kepangkuan NKRI. Jadi dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa Papua merupakan bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia serta yakini bahwa warisan nenek moyang bangsa Indonesia adalah seluruh gugusan pulau dari Sabang sampai Merauke.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri Populer