Bhinneka Tunggal Ika adalah semboyan
bagsa Indonesia, yang
bermakna meskipun berbeda-beda tetapi pada hakikatnya bangsa Indonesia tetap
adalah satu kesatuan. Semboyan ini digunakan untuk menggambarkan persatuan dan
kesatuan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas
beraneka ragam budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan.
Keberagaman
penduduk yang ada di Provinsi Papua jika dilihat dan diamati, khususnya di
Kabupaten Jayapura dapat dikatakan bahwa kabupaten Jayapura merupakan cermin ke-Bhinnekaan
Indonesia.
Bupati Jayapura,
Mathius Awoitauw, S.E., M.Si., dihadapan ratusan masyarakat baru-baru ini dalam
kegiatan buka puasa menyampaikan Penduduk di Provinsi Papua terdiri dari
berbagai macam etnis suku dan agama yang ada di Negara Indonesia, seperti
suku-suku dari Pulau Sumatera, Pulau Jawa, Pulau Kalimantan, Pulau Bali, NTT,
NTB, Pulau Sulawesi dan Ambon dan kesemuanya hidup dalam kedamaian dan
kerukunan. Keberagaman bukan hanya dapat terlihat sebatas perbedaan ciri-ciri
fisik saja, tetapi keberagaman ini dapat terlihat dari keyakinan setiap
penduduk. Ada penduduk yang menganut agama Kristen Protestan dan Katholik, ada
pula penduduk yang memeluk agama lain, seperti agama Islam, Hindu, Buddha dan
Konghucu.
Data terakhir
menyebutkan Kabupaten Jayapura, kini warga telah mencapai kurang lebih sekitar
200-an ribu lebih. Dari sekian banyak itu, penduduk luar Papua, jumlahnya
hampir sama dengan penduduk Pribumi Papua.
Ketua-ketua paguyuban
dan masyarakat umum saling menghormati satu dengan lainnya dalam semangat
kebersamaan sebagai warga Negara yang baik. Kabupaten Jayapura dari waktu ke
waktu bertumbuh secara pesat, baik ekonomi maupun pembangunan tidak terlepas
dari peran serta masyarakat multi etnik yang ada di daerah ini. Penduduk
Kabupaten Jayapura dari luar Papua yang masuk dan bergabung, menetap menjadi
penduduk di daerah ini melalui program transmigrasi, warga transmigrasi berjasa
dalam membuka katerisolasian sekaligus mendongkrak naik pertumbuhan ekonomi di
Tanah Papua.
Penduduk
transmigrasi telah berbaur bersama masyarakat setempat dan menjadi masyarakat
kabupaten, sehingga penduduk asli juga wajib menghormati dan menghargai mereka
tentunya dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kerukunan
dan kekerabatan antara penduduk asli Papua dan pendatang yang nota bene adalah
warga transmigrasi di Kampung Dosai misalnya, berpuluh-puluh tahun hidup dan
berkarya bersama. Setiap kegiatan, masing-masing pemangku kepentingan dan
stakeholder dilibatkan, baik penduduk asli maupun yag bukan penduduk asli.(SP/99)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar